Tangerang (InsightMedia) – Kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menghapus distribusi gas LPG 3 kg di pengecer mulai 1 Februari 2025, telah memicu kelangkaan yang menyengsarakan masyarakat, terutama kalangan bawah. Kisah-kisah pilu dari warga yang terdampak pun mulai terungkap.
Santi, seorang ibu rumah tangga asal Tangerang, mengungkapkan kesulitan yang dihadapi dalam mencari gas untuk kebutuhan dapurnya. “Sudah susah dari minggu lalu. Bingung saya juga, pagi harus masak, terutama bekel anak-anak sekolah,” keluhnya. Pemandangan antrean panjang di pangkalan resmi gas menjadi hal yang umum, sementara pengecer tidak lagi dapat menyediakan LPG bersubsidi tersebut.
Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mendukung kebijakan ini dengan harapan agar distribusi LPG 3 kg bisa lebih terarah. “Posisi mereka bisa diformalkan, dan pendistribusian LPG 3 kg bisa ditracking agar tepat sasaran,” katanya. Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meminta masyarakat untuk bersabar dalam masa transisi ini, dan menegaskan bahwa saat ini tidak ada kelangkaan gas, melainkan masyarakat harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya.
Namun, kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. Masyarakat mengeluh harus berkeliling jauh, bahkan antre berjam-jam untuk mendapatkan gas. Beberapa ibu rumah tangga terpaksa memberi makan anak-anak mereka hanya dengan garam, sementara pedagang makanan mengaku tidak dapat berjualan karena ketiadaan gas. Tragisnya, seorang ibu paruh baya berusia 62 tahun, Yonih, meninggal dunia setelah terjatuh saat membawa dua tabung gas 3 kg. Kejadian ini menambah catatan duka di tengah kelangkaan gas yang melanda.
Kementerian ESDM berjanji akan segera menaikkan status pengecer yang memenuhi syarat menjadi pangkalan resmi agar harga gas bisa terjangkau dan lebih mudah diakses masyarakat. Bahlil mengingatkan bahwa ini adalah masa transisi dan berharap masyarakat dapat bersabar. “Kami selesaikan ini,” ujarnya.
Kelangkaan gas LPG 3 kg ini tidak hanya terjadi di Tangerang, tetapi juga merambah ke daerah lain seperti Depok dan Kalimantan Barat, di mana masyarakat mengeluhkan kesulitan dalam mendapatkan gas bersubsidi ini. Berbagai cerita sedih dan perjuangan warga di lapangan menjadi gambaran nyata dampak dari kebijakan ini. (put)