banner 728x250

14 Tahun Kematian Munir: Janji Negara yang Belum Juga Tertunaikan

  • Bagikan
Gambar Photo Munir
banner 468x60

Jakarta (InsightMedia) — Empat belas tahun telah berlalu sejak Munir Said Thalib, pejuang hak asasi manusia terkemuka di Indonesia, meninggal dunia dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Namun, hingga hari ini, teka-teki di balik kematiannya masih menyisakan luka mendalam dan tanda tanya besar: siapa dalang sesungguhnya di balik pembunuhan itu?

Munir tewas diracun menggunakan arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974. Racun tersebut ditemukan dalam sistem pencernaannya setelah pesawat mendarat di Belanda. Publik Indonesia pun dikejutkan oleh fakta bahwa pembunuhan itu terjadi di udara—jauh dari medan perjuangannya, namun jelas ditujukan untuk membungkam suara kritisnya terhadap kekuasaan.

Example 300x600

Pilot Garuda dan Jejak Panjang Persidangan

Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior maskapai Garuda Indonesia, menjadi terdakwa dalam kasus ini. Ia diketahui berada di pesawat yang sama dengan Munir, meskipun tidak dijadwalkan bertugas saat itu. Pengadilan memvonis Pollycarpus dengan hukuman 14 tahun penjara setelah dinyatakan terbukti bersalah dalam keterlibatannya meracuni Munir.

Namun, meski Pollycarpus telah dijatuhi hukuman, persidangan dan putusan pengadilan juga membuka ruang spekulasi akan adanya konspirasi yang lebih besar. Majelis hakim bahkan menyebut bahwa pembunuhan ini tidak dilakukan oleh Pollycarpus seorang diri. “Ada aktor intelektual di balik pembunuhan ini,” demikian bunyi salah satu kesimpulan dalam putusan tersebut.

Setelah menjalani masa hukuman, Pollycarpus akhirnya dinyatakan bebas. Namun, publik belum juga mendapatkan jawaban tegas dari negara: siapa dalang utama pembunuhan Munir?

Kontras: Negara Belum Tuntas Menunaikan Janji

Dalam peringatan 14 tahun wafatnya Munir, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kembali mendesak pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, untuk menuntaskan kasus ini. Mereka menilai, negara belum sungguh-sungguh menunjukkan kemauan politik untuk mengungkap kebenaran secara utuh.

“Kembali kami menegaskan bahwa negara belum mampu membongkar konspirasi dalam kejahatan ini. Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa kasus pembunuhan Munir adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, masih sebatas janji tanpa bukti,” ujar Koordinator Kontras, Yati Andriani, dalam acara peringatan yang digelar di Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (7/9/2018).

Yati menambahkan bahwa ketiadaan perkembangan dalam kasus ini bukan hanya kegagalan hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan dan HAM yang dijunjung tinggi dalam konstitusi negara.

Publik Tak Lelah Menagih Keadilan

Munir bukan hanya seorang aktivis. Ia adalah simbol keberanian dalam melawan ketidakadilan. Sepanjang hidupnya, ia dikenal vokal mengkritik pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara, termasuk kasus penculikan aktivis 1998 dan kekerasan di Aceh serta Papua.

Peringatan setiap tahunnya selalu diisi dengan aksi damai, diskusi publik, hingga long march sebagai simbol bahwa ingatan akan Munir tak pernah padam. Di tengah keraguan publik atas komitmen pemerintah, suara masyarakat sipil tetap konsisten menuntut agar kasus ini diusut hingga tuntas.

Kasus yang Menguji Integritas Negara

Kasus Munir menjadi tolok ukur integritas sistem hukum dan komitmen pemerintah terhadap HAM di Indonesia. Berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan komunitas internasional, telah mendorong pemerintah untuk membentuk tim independen atau membuka kembali penyelidikan yang mandek.

Namun harapan itu belum juga menjadi kenyataan. Padahal, dalam masa kampanyenya, Presiden Jokowi pernah menjanjikan penyelesaian kasus Munir sebagai bagian dari agenda reformasi hukum dan penegakan HAM.

Sebuah Tanda Tanya Besar

Hingga kini, nama Munir masih menjadi simbol perlawanan terhadap impunitas. Dan selama kasus ini belum dituntaskan, selama itu pula luka dan tanda tanya akan terus mengiringi perjalanan bangsa ini.

Bagi sebagian orang, Munir telah tiada. Namun bagi banyak orang lainnya, Munir belum benar-benar pergi—selama kebenaran masih dikubur dan keadilan belum ditegakkan. “Munir bukan hanya milik keluarga. Ia milik kita semua yang percaya bahwa keberanian melawan ketidakadilan adalah pondasi dari sebuah peradaban.” (put)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *