banner 728x250

Sekda DKI Jakarta Dilaporkan ke KPK, Diduga Salahgunakan Jabatan dan Jual Beli Posisi

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta (Insight Media) – Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Marullah Matali, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan itu terkait dugaan penyalahgunaan jabatan dan praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa Marullah diduga mengangkat anak kandung, saudara, dan kerabatnya ke jabatan strategis di lingkungan pemerintah daerah. Selain itu, laporan juga menyinggung dugaan pemerasan oleh orang-orang dekat Marullah kepada sejumlah pejabat.

Example 300x600

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya laporan masyarakat terkait Marullah. Menurut dia, lembaganya tengah menelaah informasi awal untuk mengecek validitas aduan tersebut.

“KPK secara umum akan melakukan telaah kepada setiap pengaduan masyarakat yang masuk,” kata Budi kepada wartawan, Rabu, 14 Mei 2025. “Kami memverifikasi informasi dan keterangan yang disampaikan dalam laporan itu.”

Budi menjelaskan, KPK juga akan mengumpulkan bahan keterangan tambahan untuk mendukung laporan yang diterima. Langkah ini dilakukan sebelum menentukan apakah laporan tersebut termasuk ranah tindak pidana korupsi.

“Jika substansi laporan termasuk dalam delik korupsi dan kewenangan KPK, tentu ditindaklanjuti,” ujar Budi.

Meski begitu, Budi tidak menjelaskan secara rinci siapa pelapor atau isi detail dari aduan tersebut. Ia menegaskan, proses verifikasi dan telaah bersifat tertutup sebelum masuk tahap penyelidikan.

“Kami menghargai asas praduga tak bersalah dan menjaga objektivitas penanganan laporan,” kata dia.

Marullah Matali belum memberikan tanggapan atas laporan ini. Awak media telah berupaya menghubungi dia melalui pesan singkat dan sambungan telepon. Namun, hingga berita ini ditulis, Marullah belum merespons permintaan konfirmasi.

Laporan masyarakat ke KPK menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan nepotisme dalam birokrasi. Pelapor menuduh Marullah menggunakan pengaruhnya sebagai Sekda untuk menempatkan anggota keluarganya dalam posisi penting.

Seorang sumber internal Pemprov DKI yang enggan disebut namanya menyebut, praktik tersebut bukan isu baru. “Sudah lama beredar kabar tentang pengangkatan pejabat yang dekat dengan keluarga pejabat tinggi,” ujar sumber tersebut.

Ia mengatakan, situasi ini membuat iklim birokrasi di DKI menjadi tidak sehat. Pegawai yang kompeten merasa tersisih karena kalah oleh hubungan keluarga atau kedekatan pribadi.

“Kalau ini benar, tentu merusak sistem meritokrasi di lingkungan Pemprov DKI,” kata dia.

Sumber itu menambahkan, beberapa promosi jabatan yang mencurigakan terjadi dalam dua tahun terakhir. Ia berharap KPK serius menindaklanjuti laporan ini demi keadilan dan reformasi birokrasi.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Bivitri Susanti, menilai dugaan ini patut diusut tuntas. Menurut dia, nepotisme dan jual beli jabatan merupakan bentuk korupsi yang merusak tatanan negara.

“Kalau benar, maka ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,” kata Bivitri saat dihubungi, Kamis, 15 Mei 2025.

Ia menjelaskan, praktik semacam ini melanggar prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan transparan. Bahkan, menurut dia, bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi bila terbukti melibatkan transaksi uang atau tekanan.

“Pemanfaatan jabatan publik untuk menguntungkan keluarga sangat bertentangan dengan nilai integritas,” ujarnya.

Bivitri mendorong KPK agar membuka penyelidikan terbuka jika ada cukup bukti awal. Ia juga mengingatkan pentingnya partisipasi publik dalam mengawasi aparatur pemerintah.

“Pemerintah daerah harus tunduk pada sistem rekrutmen berbasis kualifikasi, bukan hubungan keluarga,” kata dia.

Marullah Matali merupakan Sekda DKI sejak awal 2021. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Selatan dan Deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata.

Ia dikenal dekat dengan sejumlah tokoh penting di Jakarta. Pengangkatan Marullah sebagai Sekda sempat menimbulkan perdebatan di kalangan birokrat. Namun, hingga kini ia masih aktif menjabat.

Pakar kebijakan publik, Agus Pambagio, menyebut kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas Pemprov DKI. Menurut dia, kepala daerah harus berani mengevaluasi kinerja pejabat bila ada dugaan penyimpangan.

“Jabatan publik bukan untuk memperkaya keluarga atau membalas budi,” ujar Agus. “Kalau KPK menemukan bukti, sanksi harus tegas.”

KPK masih mendalami laporan tersebut. Lembaga antirasuah itu menegaskan proses akan berjalan sesuai prosedur. Masyarakat diminta bersabar dan tetap mengedepankan asas hukum. (Put)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *