Jakarta (Insight Media) – Figur publik Barbie Kumalasari memberikan klarifikasi terkait insiden saat siaran langsung televisi nasional. Barbie hadir bersama Ketua Umum Badan Bantuan Hukum DPP PEMBASMI, Firdaus Oiwobo, dalam konferensi pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (15/8/2025).
Konferensi pers tersebut digelar untuk meluruskan informasi dan menegaskan dugaan perundungan yang dialami Barbie. Ia ditemani tim hukum, sejumlah rekan, dan figur publik Ayu Aulia yang menjadi saksi mata.
Awal Insiden di Acara Televisi
Insiden terjadi ketika Barbie menjadi narasumber dalam program televisi yang disiarkan secara langsung. Selama acara, ia menerima perlakuan tidak pantas yang dianggap merendahkan martabat.
Dalam kejadian itu, Barbie mengalami cedera fisik pada kuku jempol kaki. Cedera tersebut membuat kuku terkelupas hingga mengeluarkan darah. Ayu Aulia, yang berada di lokasi, segera membawanya ke rumah sakit.
Selain luka fisik, Barbie juga mendapat ucapan yang dinilai merendahkan. Ia disebut dengan sebutan “nenek-nenek” saat acara berlangsung. Bagi Barbie, ucapan itu sangat menyakiti hati dan menjatuhkan harga diri.
Klarifikasi Barbie dan Tim Kuasa Hukum
Barbie Kumalasari menyampaikan klarifikasi untuk mengantisipasi tuduhan rekayasa. Ia menegaskan insiden yang menimpanya benar terjadi. “Saya alami sendiri luka fisik dan ucapan yang merendahkan. Itu tidak bisa dianggap biasa,” ujar Barbie.
Firdaus Oiwobo menambahkan, pernyataan tim hukum bukan sekadar pembelaan. Ia menekankan pentingnya menjaga hak-hak kliennya. “Kami hadir untuk memastikan hak Barbie terlindungi. Fakta harus disampaikan apa adanya,” kata Firdaus.
Menurutnya, rekaman siaran langsung menjadi bukti autentik yang tak dapat dihapus. Bukti tersebut memperlihatkan kondisi sebenarnya dan bisa dijadikan rujukan publik.
Tanggapan Ayu Aulia sebagai Saksi
Ayu Aulia, yang mendampingi Barbie, menyaksikan insiden secara langsung. Ia segera memberi pertolongan ketika melihat darah keluar dari kuku jempol Barbie. “Saya reflek membawanya ke dokter. Itu murni karena kemanusiaan,” kata Ayu.
Ayu juga menolak segala bentuk perundungan di ruang publik. Ia menegaskan tindakan merendahkan orang lain, terlebih di televisi nasional, memberi contoh buruk bagi masyarakat.
“Saya hadir hanya untuk mendukung Barbie sebagai sesama manusia. Tidak ada kepentingan pribadi,” ujarnya.
Ayu mengaku sempat heran karena dirinya justru dihubungi pihak tertentu melalui WhatsApp terkait masalah ini. “Seharusnya yang menghubungi adalah pihak resmi, bukan orang lain yang tidak berkepentingan,” katanya.
Dugaan Perundungan di Ruang Publik
Tim hukum menilai insiden tersebut tidak hanya melukai fisik Barbie. Kejadian itu juga mencoreng etika penyiaran dan menimbulkan dampak psikologis. Barbie mengaku masih merasakan trauma hingga beberapa hari setelah kejadian.
“Ucapan merendahkan itu menancap di hati saya. Luka psikologis justru lebih berat,” kata Barbie.
Firdaus menilai tindakan yang terjadi dalam acara televisi nasional dapat dikategorikan sebagai perundungan. “Ketika seseorang dipermalukan di ruang publik, itu bentuk perundungan. Dampaknya tidak bisa diremehkan,” ujarnya.
Dalam konferensi pers, Barbie, Firdaus, dan Ayu sama-sama menyampaikan imbauan. Mereka meminta publik menilai peristiwa berdasarkan bukti rekaman, bukan opini sepihak.
“Bukti sudah jelas. Jangan sampai ada informasi dipelintir,” kata Firdaus.
Barbie berharap insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi dunia penyiaran. Ia meminta media televisi lebih berhati-hati memperlakukan narasumber. “Televisi harus menjaga etika dan martabat tamu acaranya. Itu tanggung jawab besar,” ujarnya.
Ayu menambahkan, insiden itu bisa menjadi refleksi agar siaran televisi tidak berubah menjadi ruang perundungan. “Publik menonton, anak-anak meniru. Jangan beri contoh buruk,” tegasnya.
Penegasan Kuasa Hukum
Firdaus menegaskan, langkah hukum bisa ditempuh bila ada pihak yang mencoba memutarbalikkan fakta. Ia menyatakan pihaknya siap menghadapi segala kemungkinan.
“Jika ada laporan palsu atau informasi menyesatkan, kami akan menindak. Hak Barbie harus dijaga,” katanya.
Menurut Firdaus, kehadiran tim hukum adalah bentuk perlindungan sekaligus edukasi kepada masyarakat. “Semua orang berhak diperlakukan dengan hormat, apalagi di ruang publik,” ujarnya.
Insiden yang menimpa Barbie Kumalasari menyoroti pentingnya etika penyiaran di televisi nasional. Perlakuan tidak pantas dan ucapan merendahkan dapat menimbulkan dampak luas, baik fisik maupun psikologis.
Barbie bersama tim hukum menegaskan, rekaman siaran langsung menjadi bukti kuat atas insiden tersebut. Mereka meminta semua pihak menghormati fakta dan tidak membangun narasi palsu.
Kasus ini diharapkan menjadi titik balik agar dunia hiburan menjaga martabat narasumber. Tayangan televisi semestinya memberi contoh positif, bukan memperlihatkan perundungan di ruang publik. (Put)