banner 728x250

Deolipa Yumara: Dokter Wajib Netral, Tak Boleh Terbawa Nafsu

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta (InsightMedia) – Dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang dokter kembali mencuat dan memicu perhatian publik. Praktik yang seharusnya melindungi pasien justru disalahgunakan, mencoreng etika profesi yang dijunjung tinggi.

‎Kasus ini menyoroti pentingnya kode etik dalam praktik kedokteran serta perlunya pengawasan yang ketat. Profesi dokter mengemban tanggung jawab besar karena melibatkan interaksi fisik langsung dengan pasien, tanpa memandang jenis kelamin.

Example 300x600

Seorang pengamat etika profesi hukum dan kesehatan, Deolipa Yumara, menegaskan bahwa dokter adalah profesi yang wajib menjaga martabat dan harga dirinya.”Dokter wajib netral, termasuk netral dari nafsu, tidak boleh terbawa nafsu, karena mereka memeriksa laki-laki dan perempuan,” ujar Deolipa saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/4/2025).

‎Menurutnya, jika seorang dokter terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap pasien, maka ia seharusnya tidak lagi layak menyandang gelar dokter. “Kalau masih ada kecenderungan seperti itu, sebaiknya tidak jadi dokter. Profesi lain masih banyak,” katanya.

Kasus Bisa Masuk Ranah Pidana

‎Pelecehan seksual, meski dilakukan di ruang praktik medis, tetap masuk dalam kategori pelanggaran pidana. “Kalau terbukti ada pelecehan, baik verbal atau fisik, bisa kena sanksi pidana,” ujar Deolipa menegaskan.

‎Ia menambahkan, pelanggaran seperti ini tidak cukup hanya diselesaikan dengan sanksi etik. “Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga hukum pidana. Pelecehan, sekularisme, bahkan pemerkosaan—semuanya bisa dijerat hukum,” ungkapnya.

Pembuktian Bisa Lewat CCTV dan Kesaksian

‎Saat ditanya mengenai sulitnya pembuktian, terutama dalam kasus yang melibatkan tindakan medis seperti pemeriksaan USG, ia menjelaskan bahwa pembuktian tetap bisa dilakukan. “Biasanya ruang praktik memiliki CCTV. Dari situ bisa dilihat apakah ada tindakan yang melewati batas,” kata Deolipa.

‎‎Menurutnya, pasien juga memiliki peran penting dalam proses pembuktian. “Kalau korban sadar dilecehkan dan bisa menjelaskan tindakan yang tidak sesuai, itu sudah menjadi bukti awal,” jelasnya.

Etika Medis Harus Ditegakkan Tanpa Kompromi

‎Dalam dunia kedokteran, kode etik menjadi landasan utama dalam setiap tindakan. Kode etik mengatur hubungan antara dokter dan pasien, termasuk dalam menjaga kenyamanan dan keamanan pasien selama proses pemeriksaan.

‎Pelanggaran terhadap kode etik tidak bisa ditoleransi. “Kode etik itu fondasi. Kalau dilanggar, harus ada tindakan tegas. Jangan dibiarkan,” tegas Deolipa.

‎Ia juga menekankan bahwa kedokteran adalah profesi yang sensitif karena menyangkut tubuh manusia. “Profesi ini sangat fisikal. Maka itu dokter dituntut profesional dan bebas dari hasrat pribadi,” ujarnya.

Siapa Bertanggung Jawab?

‎Ketika terjadi pelanggaran, tanggung jawab tidak hanya pada individu dokter. Lembaga yang menaunginya pun harus bertindak cepat. Organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wajib turun tangan.

‎”IDI harus aktif menindak dan mengevaluasi praktik dokter yang dilaporkan. Kalau terbukti bersalah, harus dicabut izin praktiknya,” kata Deolipa.

‎Ia berharap ke depan, sistem pengawasan dan pelaporan terhadap praktik dokter ditingkatkan. “Korban harus diberi ruang aman untuk melapor. Jangan sampai takut atau merasa dipersalahkan,” tambahnya.

Mengapa Ini Harus Jadi Perhatian Publik?

‎Kasus pelecehan oleh dokter bukan sekadar pelanggaran individu. Ini adalah ancaman terhadap sistem kesehatan yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi semua warga. “Masyarakat harus sadar bahwa ada mekanisme hukum yang bisa melindungi mereka,” pungkasnya. (Put)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *