banner 728x250

Evaluasi Kewenangan DKPP, Anggota Komisi II Usul Bubarkan Hingga Reorganisasi

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta (InsightMedia) – Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan menyampaikan kritik tajam terhadap rencana penguatan kelembagaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), termasuk wacana pembentukan kesekjenan sendiri yang tengah diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi. Ia bahkan menyebut lebih baik DKPP dibubarkan daripada diperkuat, karena penegakan kode etik hanyalah kewenangan tambahan, bukan fungsi utama penyelenggara pemilu.

Pernyataan itu disampaikan politikus Partai Golkar tersebut dalam konteks evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyelenggaraan pemilu yang saat ini tengah berlangsung seiring dengan proses dan wacana revisi Undang-Undang Pemilu.

Example 300x600
(InsightMedia/ist) Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan.

Irawan menegaskan bahwa fokus kekuasaan penyelenggara pemilu semestinya adalah pada tahapan penyelenggaraan serta pelayanan terhadap hak konstitusional pemilih dan peserta pemilu, bukan pada aspek pengawasan etik yang justru membuat penyelenggara “takut-takut” dalam mengambil keputusan.

“Kalau saya mah maunya DKPP dibubarkan saja, jangan diperkuat kesekretariatannya,” ujarnya saat rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di kompleks parlemen Senayan, Senin (5/5/2025).

Anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur V menilai bahwa keberadaan DKPP sebagai lembaga yang dapat memberhentikan anggota KPU dan Bawaslu yang memiliki kedudukan setara, perlu ditinjau ulang dari sisi konstitusional.

“Origin power DKPP untuk memecat KPU dan Bawaslu itu dari mana sebenarnya?” tanyanya.

Ia juga menyoroti bahwa kebiasaan lembaga-lembaga negara yang meminta perluasan kewenangan atau peningkatan status kesekretariatan kerap hanya berujung pada aspek protokoler atau administratif, yang tidak serta-merta meningkatkan kinerja lembaga tersebut.

Sebagai alternatif, ia mengusulkan agar penegakan kode etik ke depan tidak lagi bersifat represif atau eksternal, tetapi tumbuh secara internal dari kesadaran KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu.

“Kita ingin kode etik itu tumbuh dari dalam, bukan karena ancaman terus-menerus,” jelasnya.

Terakhir, ia meminta pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri untuk menyiapkan tanggapan jika dipanggil oleh Mahkamah Konstitusi dalam proses pengujian UU terkait DKPP. Menurutnya, karena belum masuk dalam tahapan revisi, perlu dilakukan reformulasi dan reorganisasi kedudukan serta kewenangan DKPP secara menyeluruh.

Sebelumnya diberitakan, dua mantan unsur pimpinan dan dua staf ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mempersoalkan masih menginduknya kesekretariatan dan anggaran DKPP ke Kementerian Dalam Negeri. Kondisi itu membuka peluang Kemendagri mengintervensi lembaga etik untuk penyelenggara pemilu tersebut, baik melalui anggaran maupun pengangkatan dan pelantikan Sekretaris DKPP.

Penguatan kelembagaan DKPP sangat penting untuk lebih menjamin lembaga tersebut menjadi salah satu badan penyelenggara pemilu yang mampu menjalankan tugas, kewenangan, dan kewajibannya secara profesional, independen, dan akuntabel.

Untuk itu, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mengubah nomenklatur Sekretaris DKPP menjadi Sekretaris Jenderal DKPP yang merupakan pejabat eselon I yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden RI.

Permohonan tersebut diajukan oleh mantan ketua dan anggota DKPP Muhammad, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP Nur Hidayat Sardini, dan dua staf ahli DKPP, Ferry Fathurokhman dan Firdaus. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 162 dan Pasal 163 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 162 UU Pemilu mengatur tentang pembentukan sekretariat DKPP. Adapun Pasal 163 mengatur tentang Sekretaris DKPP yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri. (Put)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *