Jakarta (InsightMedia) – Pengusaha skincare dan apoteker, Heni Purnamasari atau Heni Sagara, membantah tuduhan rekaman suara di sidang Nikita Mirzani dan isu “mafia skincare” yang kembali mencuat. Pemilik pabrik skincare berizin BPOM ini menegaskan reputasinya selama ini dibangun melalui kerja keras dan kepatuhan pada aturan.
Heni Sagara, yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat, dikenal sebagai peracik produk skincare dengan standar keamanan tinggi. Bisnis yang ia kembangkan selama bertahun-tahun telah menyerap ribuan tenaga kerja. Namun, reputasinya terguncang sejak tahun lalu ketika namanya disebut dalam podcast yang menampilkan dr. Oky Pratama dan dr. Richard Lee.
Istilah “mafia skincare” yang diarahkan kepadanya tanpa bukti memicu stigma negatif. Media sosial ramai membicarakan namanya, bahkan muncul dugaan upaya pemerasan.
“Semua kerja keras saya nyaris hancur akibat stigma tanpa dasar,” kata Heni di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Terlibat Isu Rekaman Sidang
Belum selesai menghadapi tuduhan lama, Heni kembali diterpa isu baru. Dalam sidang antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys, beredar rekaman suara yang diklaim berisi percakapan pengaturan aparat. Sejumlah pihak langsung menuding bahwa suara itu milik Heni, meski tanpa verifikasi.
Serangan hujatan pun membanjiri akun media sosialnya. Namun, situasi berbalik ketika selebritas Lucinta Luna mengunggah rekaman tersebut di Instagram dan menyebut nama pemilik suara sebenarnya.
Unggahan Lucinta kemudian diperkuat Nikita Mirzani yang mengonfirmasi bahwa suara itu bukan milik Heni.
“Fakta ini membuktikan tuduhan terhadap saya salah alamat. Semoga menjadi pelajaran untuk selalu tabayyun,” ujar Heni.
Klarifikasi dan Penegasan
Heni menegaskan seluruh produknya telah melalui uji keamanan dan mengantongi izin BPOM. Pabrik yang ia kelola beroperasi sesuai standar pemerintah.
“Saya bukan mafia skincare. Saya apoteker yang bekerja mengikuti aturan. Nama saya dicatut, reputasi saya diserang, tapi saya percaya kebenaran akan menemukan jalannya,” tegasnya.
Heni juga meminta publik tidak mudah mempercayai informasi tanpa konfirmasi. Menurutnya, fitnah bisa menghancurkan reputasi dan psikologis korban.
Serangan Digital Beruntun
Heni bukan sekali ini menjadi sasaran serangan digital. Pada Oktober 2024, ia menjadi korban hoaks kematian yang membuat keluarga panik. Kabar itu terbukti tidak benar.
Pada April 2025, situs resmi Marwah—brand yang terkait bisnisnya—dibajak dan dipalsukan. Ia juga mengalami doxing, di mana data pribadinya disebarkan ke publik, mengancam keamanan dirinya dan keluarga.
“Serangan digital ini bukan sekadar soal nama baik. Ini menyangkut keselamatan saya dan keluarga,” katanya.
Langkah Hukum
Kuasa hukum Heni memastikan akan menempuh jalur hukum terhadap pihak yang menyebarkan fitnah, hoaks, peretasan, maupun doxing. Laporan resmi sudah dipersiapkan untuk diajukan ke pihak berwenang.
“Di era banjir informasi, kabar bohong bisa lebih cepat menyebar daripada klarifikasi. Prinsip tabayyun bukan hanya ajaran agama, tapi pedoman moral,” kata Heni.
Ia mengajak masyarakat bijak menyaring informasi sebelum membagikannya di media sosial.
“Setiap orang punya keluarga, harga diri, dan kehidupan yang harus dilindungi,” ujarnya.
Latar Belakang Tuduhan
Isu “mafia skincare” muncul ketika Heni disebut dalam perbincangan publik figur di media sosial. Istilah itu mengacu pada dugaan pengendalian pasar skincare oleh pihak tertentu. Namun, hingga kini tidak ada bukti yang menguatkan tuduhan tersebut terhadap Heni.
Heni mengaku siap membuka seluruh dokumen legalitas produk dan perusahaannya untuk membantah tuduhan. Ia juga mengundang pihak terkait untuk memeriksa langsung pabriknya.
“Pintu saya terbuka untuk audit. Semua proses produksi sesuai prosedur dan aman,” kata Heni.
Dampak terhadap Bisnis
Meski menghadapi guncangan isu, pabrik skincare milik Heni tetap beroperasi. Ribuan pekerja bergantung pada keberlangsungan usahanya.
“Bisnis ini bukan hanya tentang saya. Ada banyak keluarga yang menggantungkan hidup di sini,” ujarnya.
Heni berharap publik dapat menilai berdasarkan fakta, bukan rumor. Baginya, menjaga integritas lebih penting daripada membalas semua serangan.
Ajakan Positif
Di akhir pernyataannya, Heni mengajak pelaku industri kecantikan untuk bersaing sehat. Ia juga mendorong edukasi konsumen agar lebih memahami legalitas dan keamanan produk.
“Industri ini tumbuh jika kita membangun kepercayaan. Kepercayaan lahir dari transparansi dan kualitas,” katanya.
Kasus yang menimpa Heni menjadi pengingat bahwa fitnah digital dapat menghancurkan karier seseorang dalam hitungan jam. Verifikasi informasi sebelum menyebarkan menjadi langkah penting untuk menjaga ruang digital yang sehat. (Put)