banner 728x250

Ryan Kyoto Tegaskan AI Tak Gantikan Kreativitas, Royalti Masih Jadi PR Besar

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta (Insight Media) — Musisi senior Indonesia, Ryan Kyoto, menegaskan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak akan menggantikan orisinalitas karya musik. Menurutnya, AI hanya dapat menjadi alat bantu, bukan pengganti kreativitas pencipta lagu.

“AI hanyalah alat. Karya tetap lahir dari hati pencipta,” kata Ryan Kyoto saat ditemui di Jakarta, Senin (18/8/2025).

Example 300x600

Perkembangan Musik dan Teknologi

Menurut Ryan Kyoto, perkembangan musik di Indonesia berjalan seiring dengan kemajuan teknologi global. Lagu yang diproduksi di Amerika dapat segera terdengar di Indonesia. Hal ini menunjukkan tidak ada lagi sekat antara musik lokal dan internasional.

“Perkembangan musik sangat cepat. Apa yang ada di luar negeri, bisa langsung hadir di sini,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan, identitas seorang musisi tidak boleh hilang meski teknologi terus berkembang. “Saya tetap menjadi diri sendiri. Nuansa Melayu atau dangdut hadir karena saya suka, bukan karena tren,” katanya.

Tantangan Pencipta Lagu

Meski teknologi mendukung produksi musik, Ryan Kyoto mengungkapkan pencipta lagu menghadapi kendala promosi. Banyak musisi kini berdiri sendiri tanpa dukungan label besar.

“Kami bikin studio sendiri, musik sendiri, promosi pun sendiri. Itu tantangan besar,” ungkapnya.

Menurut dia, label musik besar kini banyak yang kesulitan bertahan. Kondisi ini membuat pencipta lagu semakin mengandalkan kreativitas pribadi dan jejaring sosial untuk memperkenalkan karya.

Masalah Royalti Belum Tuntas

Selain promosi, persoalan royalti masih menjadi masalah utama di industri musik Indonesia. Banyak pencipta lagu merasa tidak mendapatkan hak secara adil dari penggunaan karya mereka.

“Royalti itu bukan keputusan pencipta. Ada undang-undang yang mengatur,” jelas Ryan Kyoto.

Ia menilai, pemahaman soal royalti belum merata di kalangan pengguna musik. Sosialisasi hanya menyentuh kota besar, sementara daerah lain masih minim informasi.

“Banyak pengguna musik di daerah tidak tahu kewajiban royalti. Sosialisasi belum maksimal,” katanya.

Harapan untuk Pemerintah

Ryan Kyoto berharap pemerintah hadir lebih aktif dalam mengawasi pelaksanaan pembayaran royalti. Menurutnya, lembaga manajemen kolektif nasional (LMKN) perlu lebih transparan agar tidak menimbulkan perdebatan di kalangan musisi.

“Kami ingin transparansi dari LMKN. Semua harus jelas, biar tidak ada saling curiga,” ujarnya.

Ia juga menekankan perlunya regulasi yang adil dalam membedakan nilai royalti antara pertunjukan langsung dan penggunaan rekaman di tempat komersial.

“Royalti dari konser berbeda dengan lagu yang diputar di restoran. Nilainya harus proporsional,” ucapnya.

Ajakan Bersatu

Ryan Kyoto mengajak para pencipta lagu untuk bersatu menyuarakan kepentingan bersama. Ia menilai perdebatan di internal musisi justru merugikan.

“Jangan saling ribut sesama musisi. Lebih baik kita bersatu memperjuangkan hak,” tegasnya.

Menurutnya, perpecahan justru dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab. Padahal, semangat gotong royong seharusnya menjadi kekuatan bersama musisi Indonesia.

AI dan Masa Depan Musik

Menanggapi fenomena penggunaan AI dalam musik, Ryan Kyoto menilai teknologi tersebut hanya tren. Kreativitas manusia tetap menjadi jiwa dari sebuah karya.

“AI bisa membuat suara, tapi jiwa musik lahir dari manusia,” ujarnya.

Ia menegaskan, musisi tidak perlu takut pada perkembangan teknologi. Selera masyarakat selalu berubah, dan kreativitas akan tetap mendapat tempat.

“Setiap zaman punya selera. Musisi harus jujur pada karya, bukan ikut-ikutan,” katanya.

Menjaga Warisan Musik

Selain menyoroti isu teknologi dan royalti, Ryan Kyoto juga mengingatkan pentingnya menjaga warisan musik Indonesia. Menurutnya, generasi muda harus mengenal akar budaya agar musik Indonesia tidak kehilangan identitas.

“Anak muda perlu tahu nilai musik tradisi. Itu bagian dari identitas kita,” katanya.

Ia menambahkan, musik tradisional dapat berkolaborasi dengan teknologi modern tanpa kehilangan esensinya. “Kreativitas itu luas. Musik tradisi bisa hidup berdampingan dengan musik modern,” ujarnya.

Bagi Ryan Kyoto, musik bukan sekadar hiburan, melainkan cermin budaya bangsa. Karena itu, ia menekankan perlunya kerja sama antara pemerintah, musisi, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem musik yang sehat.

“Musik adalah jiwa bangsa. Kalau sistemnya jelas, semua pihak akan sejahtera,” tutup nya. (Put) 

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *