banner 728x250

Sidang Buyback Sertifikat Rumah: Dosen Hukum Nilai Ada Unsur Perbuatan Melawan Hukum

  • Bagikan
banner 468x60

Jakarta (InsightMedia) — Sengketa perdata terkait hak kepemilikan rumah dan dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) senilai Rp320 juta tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Perkara bernomor 371/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL ini menarik perhatian karena melibatkan akademisi hukum dari Universitas Pamulang, Assoc. Prof. Dr. Susanto, S.H., S.M., S.Ak., M.M., M.H., M.A.P., yang menyerahkan Legal Opinion (LO) sebagai pendapat hukum untuk membantu majelis hakim memahami duduk perkara yang kompleks.

Example 300x600

Dr. Susanto menjelaskan, legal opinion tersebut tidak mengikat namun dapat dijadikan referensi hukum. “Pendapat hukum ini bertujuan memberi pandangan objektif agar majelis dapat menilai fakta dengan proporsional,” ujar Susanto saat ditemui usai sidang, Selasa (22/10/2025).

Dugaan Penyalahgunaan Perjanjian

Dalam berkas perkara, Penggugat menuduh Tergugat melakukan pelanggaran prinsip itikad baik dalam kontrak. Gugatan bermula dari perjanjian pinjam-meminjam senilai Rp320 juta dengan jaminan sertifikat rumah.

Namun, dalam waktu lima bulan, sertifikat rumah tersebut diduga diagunkan Tergugat kepada PT Ciptadana Multifinance (Turut Tergugat I) tanpa seizin Penggugat.

(InsightMedia/Put) Kuasa Hukum Penggugat Rinto E Paulus Sitorus, SH., MH.

Menurut kuasa hukum Penggugat, Rinto E Paulus Sitorus, SH,.MH, tindakan itu melanggar hukum karena tidak ada klausul perjanjian yang memperbolehkan pengalihan aset. Perbuatan tersebut dianggap memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

“Tidak pernah ada kesepakatan untuk menggadaikan rumah ke pihak lain. Kami merasa dirugikan karena sertifikat digadaikan tanpa izin,” ujar Rinto.

Tergugat Klaim Transaksi Jual Beli Sah

Di sisi lain, Tergugat menyatakan bahwa hubungan hukum yang terjalin adalah jual beli sah, bukan pinjaman. Mereka mengacu pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) yang ditandatangani di hadapan notaris.

Tergugat menilai gugatan Penggugat kabur karena mencampuradukkan unsur perdata dan pidana. Mereka juga menuduh Penggugat tidak menjalankan kewajiban buyback sebagaimana tercantum dalam perjanjian.

“Kami hanya menjalankan isi perjanjian jual beli. Tidak ada pemaksaan atau penipuan dalam transaksi tersebut,” tulis kuasa hukum Tergugat dalam jawabannya di persidangan.

Analisis Hukum: Buyback Jadi Bukti Perjanjian Pinjaman

Dalam Legal Opinion yang diserahkan ke pengadilan, Dr. Susanto menilai fakta yang terungkap menunjukkan bahwa hubungan hukum para pihak lebih menyerupai perjanjian pinjaman dengan jaminan rumah, bukan jual beli murni.

Ia menilai, adanya klausul buyback setelah transaksi menunjukkan bahwa jual beli tersebut tidak bersifat mutlak.

“Jika benar jual beli, seharusnya tidak ada mekanisme pembelian kembali. Klausul buyback membuktikan bahwa substansi lebih penting dari bentuk formal,” tulis Susanto dalam LO-nya.

Menurutnya, tindakan Tergugat yang menggadaikan sertifikat tanpa hak dan izin dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Ia menambahkan, seluruh unsur PMH terpenuhi: adanya perbuatan melawan hukum, kerugian, hubungan kausal, dan kesalahan pihak Tergugat.

Ketidakseimbangan Posisi Hukum

Dr. Susanto juga menyoroti adanya dugaan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Berdasarkan fakta, Penggugat disebut sebagai pihak yang lemah secara ekonomi dan terpaksa menandatangani perjanjian karena kebutuhan mendesak.

Sementara Tergugat adalah entitas yang memiliki kekuatan finansial dan akses hukum lebih besar. Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan posisi yang mengarah pada itikad buruk dalam kontrak.

“Klausul buyback enam bulan jelas tidak manusiawi. Ini bentuk fidusia terselubung yang bisa dibatalkan karena lahir dari ketidakseimbangan posisi,” tegas Susanto.

Ia menilai praktik seperti ini kerap terjadi dalam kasus serupa, di mana pihak berkuasa memanfaatkan kebutuhan ekonomi pihak lain untuk menguasai aset secara tidak sah.

Kerugian dan Dampak Sosial

Dalam gugatannya, Penggugat mengklaim kerugian materiil sebesar Rp1,02 miliar berdasarkan nilai pasar rumah, serta kerugian imaterial Rp1 miliar akibat tekanan psikologis dan hilangnya tempat tinggal.

“Rumah itu satu-satunya tempat tinggal keluarga kami. Kami mengalami tekanan hebat selama proses eksekusi sepihak berlangsung,” kata Penggugat melalui kuasa hukumnya.

Kerugian itu, menurut Susanto, merupakan dampak nyata dari pelanggaran hukum yang dilakukan Tergugat. Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh bukti dan fakta yang telah disampaikan.

Menanti Putusan Pengadilan

Majelis hakim PN Jakarta Selatan masih memeriksa dokumen dan mendengarkan keterangan para pihak. Sidang berikutnya dijadwalkan pekan depan dengan agenda pembuktian tambahan.

Dr. Susanto berharap majelis dapat mempertimbangkan aspek keadilan substantif, bukan hanya legal formalitas.

“Hukum harus berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan sekadar teks perjanjian,” ujarnya menegaskan.

Perkara ini menjadi contoh bagaimana konflik perdata dapat mencerminkan ketimpangan kekuatan hukum antara individu dan korporasi. Publik menanti apakah pengadilan akan menegakkan prinsip keadilan dalam perkara yang kompleks ini. (Put) 

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *